Budidaya jahe di Indonesia

Cara menanam jahe di Indonesia praktis, tidak banyak perbedaan dengan cara di India.
1. Daerah jahe
Jahe dapat tumbuh di dataran rendah hingga di daerah pegunungan dengan ketinggian kurang dari 1000 meter dpi. Di Kalimantan Barat, lama sebelum perang, jahe sudah ditanam di dataran rendah di kanan kiri sungai Kapuas Kecil.

2. Jenis tanah
Jahe ditanam di tanah tegalan/pekarangan dan di sawah. Pada umumnya jenis tanah yang disukai jahe ialah tanah lempung yang enteng, banyak mengandung bahan organis (humus), cerul, kelebihan air hujan/irigasi mudah dibuang, atau merembes ke dalam.

3. Saat menanam
Saat mulai menanam jahe di tanah tegalan adalah awal musim hujan, sedangkan di sawah yang berpengairan, awal penanaman tidak terbatas waktunya.

4. Bibit jahe
Jenis bibit jahe di Indonesia tidak banyak variasinya dan tidak ada namanya yang khas.
Di Indonesia hanya ada tiga jenis jahe, yaitu:
- Jahe putih besar (jahe madur)
- Jahe putih kecil (jahe pait)
- Jahe merah atau sunti yang pada saat ini sukar untuk didapat- kan di pasar.
Sebagai bibit dimanfaatkan bibit/rimpang yang sudah tua, khususnya cabang rimpang yang bermata 1-3 buah, tampak sehat, dan tidak keriput. Panjang bibit rata-rata 3-7 cm dan berat 25-80 g.

Untuk 1 ha tanah diperlukan bibit tidak kurang dari satu ton, bergantung pada jenis dan ukuran bibitnya.
Bibit jahe pada umumnya berasal dari tanaman terakhir yang rimpangnya sengaja dibiarkan di dalam tanah atau yang khusus disimpan di dalam rumah di tempat yang gelap.
Ada pula yang memanfaatkan bibit induk yang telah ditanam yang berumur tiga bulan dan telah berbatang tiga batang. Bibit induk yang diberi nama 'langkeong" di Kuningan atau "bali" diangkat dan dipotong dari batang-batang yang baru.
Langkeong yang dimanfaatkan sebagai bibit, merupakan usaha menghemat bibit. Sejauh mana bibit langkeong ini berpengaruh terhadap hasilnya kelak, masih perlu diteliti.

5. Penggarapan tanah dan penanaman
Tanaman jahe yang membentuk rimpang dengan akar lateralnya yang halus dan mendatar membutuhkan tanah yang cerul, air mudah meresap ke dalam tanah dan tidak menggenang. Maka dalam membentuk lahan untuk tanaman jahe yang baik hendaknya diarahkan terbentuknya lahan sebagai berikut:
- cerul dengan memanfaatkan rabuk kandang sebanyak mungkin;
- ditinggikan dalam bentuk bedengan untuk memudahkan pembuangan air maupun pengairan dan menjamin tanah tetap cerul.
Ukuran bedengan rata-rata:
- lebar satu meter, panjang menurut panjangnya petakan lahan;
- tinggi 15 cm dan lebar solokan antarbedengan maksimum 30 cm.
Ukuran tersebut tidak mutlak namun lebih banyak disesuaikan dengan jenis tanah dan keadaan lahan itu sendiri. Jarak tanaman rata-rata 30 cm dalam larikan dan 50 cm antarlarikan.

6. Pemeliharaan
Berbeda dengan sistem di India, di Indonesia tidak diadakan mulsing. Diutamakan pembasmian gulma sekaligus mencerulkan tanah. Mencerulkan tanah dimulai pada umur satu bulan bila batang-batang sudah mulai bermunculan agak tinggi di atas permukaan tanah. Kedua kalinya ialah bila lahan tampak mulai tertutup oleh rumpun jahe.

7. Perabukan
Hingga saat ini merabuk tanaman jahe bentuknya masih asal, berarti sudah diadakan perabukan dengan rabuk kandang alakadarnya.
Rabuk anorganis pun masih kurang diperhatikan. Namun, ini tidak berarti bahwa peningkatan perhatian terhadap perabukan diabaikan. Tanaman jahe di halaman muka dinyatakan sebagai tanaman yang rakus akan zat hara. Bila Indonesia meningkatkan luas penanaman produksi jahe untuk meningkatkan hasil devisa nonmigas, soal perabukan sudah sewajarnya mendapat perhatian yang mendalam.

8. Hama dan Penyakit
Tidak banyak hama yang dinyatakan membahayakan tanaman jahe, yang penting adalah penyakit jahe dalam bentuk "bakteri". Gejala adanya penyakit tersebut adalah:
- tanaman tampak layu pada umur 3 bulan;
- dimulai dengan menguningnya sisi-sisi tulang daun kemudian meluas pada seluruh helai daun akhirnya mengering;
- batang pada pangkalnya membusuk dan akhirnya rebah;
- rimpang membusuk mengeluarkan lendir;
- penyakit cepat menjalar pada seluruh tanaman.
Gejala penyakit tersebut adalah akibat dari serangan bakteri Pseudomonas Zingiber. Hingga saat ini belum ada cara pembasmiannya secara tuntas. Penyakit ini belum menyebar luas di seluruh Indonesia. Namun, mengingat penyebarluasannya dinyatakan dapat melalui bibit, bukannya tidak mungkin penyebarluasan akan terjadi bila suatu daerah menanam bibit yang berasal dari tanaman yang sakit.
Sebagai usaha preventif lebih baik diusahakan rotasi tanaman, misalnya kembali menanam jahe dalam lahan yang sama setiap tiga tahun sekali.

9. Pemungutan hasil
Pemungutan hasil, bergantung pada tujuan penggunaan rimpang jahe, dapat dilaksanakan pada umur:
- Kurang lebih  2 bulan bila tinggi batangnya sudah ± 20 cm, khusus untuk dimakan sebagai jahe muda (lalap) atau ramuan jamu;
- 3-4 bulan untuk dibuat manisan jahe;
- maksimum 10 bulan bila batangnya sudah mulai mengering.
Rimpang jahe dapat dibongkar sedikit demi sedikit disesuaikan dengan harga jahe di pasar. Cara ini hanya dapat dilakukan oleh penanam jahe dalam skala kecil.

10. Pengolahan hasil
Rimpang jahe setelah dibongkar, dijemur sebentar agar mudah memisahkan tanah dari kulitnya. Gumpalan rimpang dipotong-potong berukuran 10 hingga 15 cm.
Hasil tanaman jahe putih besar, rata-rata bisa 8-20 ton/ha basah bahkan bisa hingga 30 ton, bergantung pada kesuburan tanah dan jarak tanamnya.
Bila untuk pasaran dalam negeri rimpang jahe diperjualbelikan masih tinggi kadar airnya, tidak demikian halnya dengan jahe yang akan diekspor ke luar negeri.
Untuk ekspor, rimpang jahe ditentukan masih mengandung air hingga 12%. Sesuai dengan cara pengolahannya maka untuk ekspor ke dunia barat dikenal jahe sebagai berikut:
- jahe hitam yang tidak dikuliti;
- jahe putih yang dikuliti asal saja;
- jahe yang bersih dari kulitnya.
Jahe hitam, sebelumnya dijemur di bawah terik sinar matahari, lalu dimasukkan ke dalam air panas selama 1/4 jam atau cukup dicuci bersih, bebas dari tanah.
Jahe yang dikuliti asal saja atau separuh bersih, dibuang kulit bagian atas dan bawah rimpang saja, sedangkan kulit pada sisi kanan kirinya masih tetap melekat. Jahe ekspor jenis itu banyak diekspor dari India.
Jahe yang bersih sama sekali dari kulitnya adalah jahe yang diekspor oleh Jamaica. Cara pengolahannya sebagai berikut;
- Rimpang jahe dibersihkan dari tanah kemudian dimasukkan ke dalam air untuk memudahkan pengulitan.
- Kemudian dikuliti dengan pisau yang khusus.
- Rimpang yang telah dikuliti dijemur di bawah sinar matahari di atas papan.
- Bila penjemuran terganggu oleh cuaca buruk (hujan), maka pengupasan diulangi lagi.
- Setelah kering diadakan penyortiran dalam 3 kualitas, ialah no. 1, 2 dan 3.
Menguliti rimpang jahe seperti di Jamaica tersebut memerlukan banyak tenaga kerja (padat karya). Dengan sulitnya pengadaan pekerja dalam tahun-tahun terakhir, maka jahe Jamaica tidak akan sebaik pengolahan seperti sediakala.
Untuk memutihkan rimpang jahe di Jamaica dibubuhkan air jeruk ke dalam air perendamnya.
Untuk menghasilkan rimpang yang putih bersih pada umumnya ditempuh jalan mencuci bersih rimpang yang telah dikuliti beberapa kali. Setelah pencucian selesai, dilanjutkan dengan penjemuran di bawah sinar matahari selama 5-6 hari. Bila dianggap perlu dalam arti kata warna rimpangnya masih kurang putih, dapat diadakan pencucian dan penjemuran selama 3-4 hari lagi.

11. Perdagangan jahe di seluruh dunia
Pada tahun 1962, FAO telah menyatakan bahwa jahe merupakan salah satu dari sembilan rempah-rempah utama di seluruh dunia.
Dalam tahun 1958-1960 ekspor jahe di seluruh dunia meliputi 20.700 ton per tahun. Dengan meningkatnya penduduk di seluruh dunia, bukannya tidak mungkin bahwa permintaan terhadap jahe dapat dipastikan meningkat terus.
Hambatan terhadap permintaan jahe di seluruh dunia hanya akan terjadi bila sudah ditemukan minyak jahe sintetis, seperti halnya vanili. Namun, vanili hingga saat ini masih tetap dapat ber tahan karena dalam vanili sintetis tidak terdapat beraneka ragam komponen kimiawi lain yang meningkatkan harumnya vanili alami (bau khas vanili alami).

Demikian pula dengan jahe, bila dapat dihasilkan minyak jahe sintetis, bau khas minyak jahe alami tidak akan terdapat di dalamnya.

Pengekspor yang paling besar sebelum perang adalah RRC dengan kuantitas rata-rata per tahun 7700 ton jahe kering, Afrika Barat ± 2000 ton, dan dari Indonesia 225 ton jahe basah khusus dari Pontianak untuk pasaran Singapura. Ekspor jahe dari Jamaica dalam tahun 1960 meliputi 1,71 juta lbs. (± 0,86 juta kg). Dalam tahun 1970 angka tersebut menurun hingga 0,67 juta lbs. (± 0,3 juta kg). Walaupun ekspor tersebut menurun, nilai harganya tetap naik. 

Posting Komentar

  © Pasar Agro Online Indonesia by Agrosukses.com 2016

Back to TOP