Budidaya Jahe

Sampai saat ini teknik penanaman jahe untuk bangsa Indonesia sudah tidak asing lagi. Menanam jahe mudah, semudah menanam rumput. Gali lubang kurang lebih 5 cm dalamnya, masukkan sepotong rimpang jahe, tutup dengan tanah. Belum sampai satu bulan pasti akan tampak tanaman jahe yang muda. Tetapi jangan menanyakan hasilnya kelak.

Berapa luasnya tanaman jahe di seluruh Indonesia? Tidak dapat dikemukakan dengan pasti. Luas tanaman jahe rata-rata berkisar antara 0,01-2 ha (Soediarto, 1978). Hingga saat ini petani jahe belum mengadakan intensifikasi penanaman jahe atas dasar "Pancausaha yang telah dikaji kebenarannya".
Pancausaha tersebut terdiri atas:
- penggunaan bibit unggul;
- teknik penanaman;
- perabukan;
- pembasmian hama dan penyakit;
- pengairan.

Walaupun hasil jahe yang nonmigas ini dapat menunjang peningkatan hasil devisa, tampaknya perhatian dalam pengembangan "pancausaha jahe" belum cukup mendalam. Baik peningkatan produksi maupun mutunya hanya dapat dikembangkan bila cukup banyak diadakan penelitian dalam pembibitan, perabukan, teknik penanaman, maupun pengolahan hasilnya.

Dalam rangka menggalakkan ekspor nonmigas, sudah sewajar nya bila penelitian tersebut ditingkatkan untuk menunjang pancausaha tersebut. Penelitian terhadap beberapa aspek budidaya tanaman jahe sejak puluhan tahun lalu telah dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian Tanaman Industri Bogor. Sebelum menyoroti teknik penanaman jahe di Indonesia sendiri, marilah kita ikuti uraian penanaman jahe di negara asalnya, yaitu India.

Budidaya tanaman jahe di India
1. Luas tanaman
Tanaman jahe di seluruh India meliputi areal 22.000 ha dengan produksi tahunan 25.000 ton jahe kering atau rata-rata 1,14 ton/ ha.
Luas tanaman tersebut tersebar di sepuluh States lebih dan yang paling luas berada di Kerala State, seluas 12000 ha atau lebih dari 50 % dari total areal.

2. Iklim di Kerala, India
Iklim di Kerala tercatat sebagai iklim yang panas dan lembab. Bulan basah meliputi 8-10 bulan dengan rata-rata hujan per tahun 3000 mm, suhu udara pada siang hari rata-rata 28°-35°C. Daerah jahe di Kerala tersebar di dataran rendah hingga 800 meter dpi.

Tanaman jahe terdapat pula di dataran yang lebih tinggi, yaitu 1200-1500 meter dpi. dengan curah hujan dan suhu udara yang relatif lebih dingin dari daerah dataran rendah.

3. Tanah
Tanah untuk lahan jahe pada umumnya tanah lempung latosol yang tidak berat, yang cerul (gembur), berpasir, banyak mengandung bahan organis (humus), mudah menyerap air dan dapat pula dengan mudah menyalurkan air ke bawah menjadi air tanah. Tanah yang berat tidak mudah melepaskan air ke bawah, sehingga mudah menggenang, merupakan tanah yang harus dihindari.

4. Bibit tanaman jahe
Untuk bibit dimanfaatkan rimpang yang dipotong-potong, bermata (bercabang muda) rata-rata dua buah. Setiap rimpang bibit timbangannya 25-30 g. Untuk 1 ha dibutuhkan 43000-52000 batang rimpang berat 1200-1400 kg.

5. Jenis-jenis bibit jahe
India memiliki jenis-jenis lokal dan Rio de Janeiro jenis luar negeri.

6. Musim tanam
Pada umumnya jahe ditanam mulai musim hujan, yang jatuh dalam bulan April atau Mei. Di daerah yang beririgasi tanaman jahe sewaktu-waktu bisa ditanam.

7. Penggarapan tanah
Di daerah yang banyak hujan, lahan dibajak beberapa kali sehingga tanahnya menjadi cerul (gembur). Untuk menghindarkan penggenangan air, dibuat bedengan selebar satu meter dan tinggi 15 cm. Aluran antarbedengan lebarnya rata-rata 30 cm.
Di tempat-tempat yang miring, bedengan dibuat sejajar dengan jalannya kontur (mengais pasir) imtuk menghindarkan terjadinya erosi. Pada umumnya pembuangan air harus sangat diperhatikan, mengingat rimpang jahe sangat sensitif terhadap genangan air yang berkepanjangan.

8. Jarak tanam
tubang tanaman dibuat sedalam 4-5 cm dengan jarak antarlubang 20 cm dalam larikan dan 25 cm antarlarikan.

9. Perabukan dengan rabuk organis
Mengingat sifat tanaman jahe cukup rakus terhadap zat-zat mineral, maka dinyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang baik diperlukan adanya rabuk organis dan rabuk anorganis yang cukup banyak. Untuk setiap ha diperlukan 25-30 ton rabuk kompos. Rabuk kompos diterapkan bersamaan dengan waktu tanam, yaitu dimasukkan ke dalam lubang tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Rabuk organis dapat pula dimasukkan ke dalam tanah bersamaan dengan pembajakan tanah.
Setelah ditanam, seluruh lahan/bedengan ditutup dengan mulsa, berbentuk daun-daunan. Untuk 1 ha diperlukan 10-12 ton mulsa. Mulsa ini mempunyai dwifungsi, yaitu untuk menahan pertumbuhan gulma dan menahan penguapan air dari permukaan bedengan.
Mulsa dihamparkan lagi setelah tanaman berumur 2-3 bulan. Selain mulsa dimanfaatkan juga rabuk kandang yang sudah matang.

10. Perabukan dengan rabuk anorganis
Pada umumnya dimanfaatkan rabuk compound (rabuk majemuk) 8 : 8 :18 sebanyak 600-1000 kg/ha. Tampak jelas bahwa banyak perhatian dicurahkan terhadap suplesi zat kalium.

Rabuk compound dimasukkan ke dalam tanah bersamaan dengan pembentukkan bedengan setengah bagian dan setengah bagian lagi setelah tanaman berumur dua bulan. Rabuk tunggal dimanfaatkan juga dalam dosis sebagai berikut:
a. Sebagai rabuk dasar 1,5 kuintal triple fosfat dan 2 kuintal ZK/ ha dimasukkan ke dalam tanah sebelum ditanam.
b. Sebagai rabuk tambahan dalam bentuk ZA 3-5 kuintal. Rabuk N ini dibagi dalam dua bagian. Sebagian dimasukkan ke dalam tanah setelah tanaman berumur 40-60 hari. Dosis kedua diberikan satu bulan setelah perabukan pertama.
c. Rabuk kalium (ZK) dapat pula diberikan sebagai tambahan sebanyak 1,2 - 2 kuintal/ha, bersamaan dengan perabukan dengan ZA pertama.

11. Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman terdiri atas pembasmian gulma sesaat akan menaruh mulsa kedua, dan diulangi sebulan sekali menurut keperluan. Penggemburan tanah praktis tidak diperlukan karena dimanfaatkan mulsa.
Penimbunan kembali bedengan dilakukan bersamaan dengan selesainya perabukan. Di daerah yang ada pengairan, mengairi tanaman berlangsung dua minggu sekali sesuai dengan kebutuhan.

12. Memungut hasil dan pengolahannya
Rimpang jahe dinilai cukup tua untuk digali setelah berumur rata-rata 8 bulan. Tanda-tanda yang menentukan saatnya telah tiba untuk menggali rimpang jahe adalah bila batang dan daunnya telah mulai menguning dan akhirnya mengering.
Untuk dijadikan manisan maupun campuran rupa-rupa makanan, rimpang jahe digali agak dini. Dengan garpu seluruh gumpalan rimpang diangkat dari dalam tanah, kemudian dibersihkan dari tanah. Pengolahan selanjutnya ialah menguliti rimpang jahe. Seluruh hasil dimasukkan ke dalam bak air selama satu malam agar kulitnya mudah dikelupas.
Untuk menguliti rimpang dimanfaatkan belahan bambu yang ujungnya diruncing sebagai pengerok kulit dan sekaligus pengungkit tanah dari sela-sela cabang rimpang. Untuk memudahkan pengupasan kulit gumpalan rimpang dipotong-potong. Pisau yang tidak tahan karat tidak diperbolehkan untuk menguliti rimpang.
Mengupas kulit jahe merupakan pekerjaan yang benar-benar padat karya. Untuk meningkatkan efisiensi dibuat alat pengelupas kulit. Alat ini berbentuk drum berdinding kawat kasa yang ber putar. Rimpang yang berada di dalamnya dalam keadaan berputar akan saling bergesekkan dengan dinding kawat, sehingga kulitnya terkelupas.
Rimpang yang sudah bersih dari kulitnya, kemudian dijemur di bawah terik sinar matahari. Lamanya penjemuran berkisar rata-rata satu minggu, bergantung pada keadaan cuaca.
Rimpang yang telah kering digosok-gosok, sehingga bersih sama sekali. Hasil dari pengupasan dan penjemuran ialah rimpang yang kering namun tidak diputihkan.
Untuk memutihkan rimpang jahe yang sudah dikuliti dimasukkan ke dalam air kapur 2% selama enam jam, kemudian dijemur hingga kering.

13. Produksi per hektar
Menurut daftar di muka tampak bahwa jenis maran, yang berasal dari negara bagian Asam, produktivitasnya yang paling tinggi. Selain hasil rimpang basahnya yang tertinggi, hasil pengeringannya pun paling atas.
Varietas dari Rio de Janeiro (Brazil) hasil basahnya tinggi namun hasil pengeringannya rendah. Rimpang yang kering tampak keriput, sebagai akibat dari tingginya kadar air, sehingga tidak begitu disukai oleh produsen jahe. Namun jahe Brazil ini ternyata masih dapat pula dimanfaatkan, khususnya untuk menghasilkan jahe muda dan untuk diperas airnya.

14. Penyimpanan bibit jahe
Setelah rimpang jahe dipanen, maka hingga musim penanaman mendatang masih harus menunggu paling tidak empat bulan lagi. Untuk menghindarkan rimpang yang disediakan untuk bibit menjadi kering, maka usaha pengawetan bibit merupakan suatu keharusan.
Dalam pengawetan bibit ditempuh jalan:
Pertama, membiarkan sebagian tanaman yang sudah tua tidak dibongkar dan ditutup dengan mulsa berupa daun-daunan hingga saat menanam tiba. Lahan tempat menyimpan bibit tersebut diusahakan tetap kering.
Kedua, menimbun rimpang jahe di atas dengan selapis pasir, kemudian ditutup dengan pasir lagi yang agak tebal.
Ketiga, menyimpan bibit jahe dalam ruangan yang sengaja diasap 3-4 hari sekali hingga 14 hari akan ditanam. Sebelum masuk ruang pengasapan, bibit jahe diaduk dengan cairan kotoran sapi dan dikeringkan sebelum masuk ruang pengasapan.
Keempat, dipilihnya rimpang yang cukup tua dan direndam dalam larutan fungisida selama 30 menit, kemudian diangin-anginkan. Setelah cukup kering, dimasukkan ke dalam lubang yang dalamnya 20-25 cm. Besarnya lubang bergantung pada banyaknya bibit yang akan disimpan.
Bibit dimasukkan ke dalam lubang setebal 10-15 cm. Kemudian ditutup dengan papan, lantas ditimbun dengan tanah yang cukup tebal. Dengan demikian, antara lapisan bibit dan papan masih ada ruang kosong sedalam 10 cm. Untuk menjamin sirkulasi udara yang baik dalam ruang penyimpanan dibuat cerobong dari bambu yang menembus papan.

15. Rotasi Tanaman
Untuk menghindarkan kemerosotan kesuburan tanah yang drastis, pengusaha tanaman jahe senantiasa memperhatikan dilaksanakannya rotasi (pergantian) tanaman.
Jahe ditanam di lahan yang sama tiga tahun sekali. Rotasi dilakukan dengan tanaman ubi kayu, padi huma, lombok, wijen, tanah dan sebagainya.

16. Hama dan Penyakit Tanaman Jahe
Hama yang penting adalah hama 'Tenggerek" pucuk batang. Hama ini dapat diatasi dengan insektisida endrien 0,02% atau dengan insektisida lain.
Penyakit cendawan sejenis Pythium dapat merusak rimpang cukup serius. Gejala-gejala serangannya tampak sebagai berikut:
- dimulai dengan daun yang tampak menguning dan akhirnya mengering;
- batang tanaman jahe bagian bawah dekat leher akar membusuk berwarna hi tam.
Penyakit ini timbul di lahan-lahan yang kurang baik pembuangan airnya. Agar penyakit ini tidak menetap (endemis), rotasi merupakan usaha teknis yang paling baik.
Dalam penimbunan/gudang rimpang jahe dapat diserang hama kumbang dari jenis Sitodrepa panicea dan kumbang Lesioderma Serricorne, yang dapat pula merusak timbunan daun tembakau. Kedua serangga gudang ini hanya dapat dibasmi melalui fumigasi.
Demikianlah cuplikan singkat budidaya tanaman jahe di India, produsen jahe terkemuka di dunia.
Diskon Tahun Baru
Pendaftaran antara tgl 1 Januari 2017 hingga 10 Januari 2017 mendapat diskon 10%

Posting Komentar

  © Pasar Agro Online Indonesia by Agrosukses.com 2016

Back to TOP