Budidaya jahe di Indonesia
Budidaya jahe di luar negeri
Budidaya Jahe
Sampai saat ini teknik penanaman jahe untuk bangsa Indonesia sudah tidak asing lagi. Menanam jahe mudah, semudah menanam rumput. Gali lubang kurang lebih 5 cm dalamnya, masukkan sepotong rimpang jahe, tutup dengan tanah. Belum sampai satu bulan pasti akan tampak tanaman jahe yang muda. Tetapi jangan menanyakan hasilnya kelak.
Berapa luasnya tanaman jahe di seluruh Indonesia? Tidak dapat dikemukakan dengan pasti. Luas tanaman jahe rata-rata berkisar antara 0,01-2 ha (Soediarto, 1978). Hingga saat ini petani jahe belum mengadakan intensifikasi penanaman jahe atas dasar "Pancausaha yang telah dikaji kebenarannya".
Pancausaha tersebut terdiri atas:
- penggunaan bibit unggul;
- teknik penanaman;
- perabukan;
- pembasmian hama dan penyakit;
- pengairan.
Walaupun hasil jahe yang nonmigas ini dapat menunjang peningkatan hasil devisa, tampaknya perhatian dalam pengembangan "pancausaha jahe" belum cukup mendalam. Baik peningkatan produksi maupun mutunya hanya dapat dikembangkan bila cukup banyak diadakan penelitian dalam pembibitan, perabukan, teknik penanaman, maupun pengolahan hasilnya.
Dalam rangka menggalakkan ekspor nonmigas, sudah sewajar nya bila penelitian tersebut ditingkatkan untuk menunjang pancausaha tersebut. Penelitian terhadap beberapa aspek budidaya tanaman jahe sejak puluhan tahun lalu telah dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian Tanaman Industri Bogor. Sebelum menyoroti teknik penanaman jahe di Indonesia sendiri, marilah kita ikuti uraian penanaman jahe di negara asalnya, yaitu India.
Budidaya tanaman jahe di India
1. Luas tanaman
Tanaman jahe di seluruh India meliputi areal 22.000 ha dengan produksi tahunan 25.000 ton jahe kering atau rata-rata 1,14 ton/ ha.
Luas tanaman tersebut tersebar di sepuluh States lebih dan yang paling luas berada di Kerala State, seluas 12000 ha atau lebih dari 50 % dari total areal.
2. Iklim di Kerala, India
Iklim di Kerala tercatat sebagai iklim yang panas dan lembab. Bulan basah meliputi 8-10 bulan dengan rata-rata hujan per tahun 3000 mm, suhu udara pada siang hari rata-rata 28°-35°C. Daerah jahe di Kerala tersebar di dataran rendah hingga 800 meter dpi.
Tanaman jahe terdapat pula di dataran yang lebih tinggi, yaitu 1200-1500 meter dpi. dengan curah hujan dan suhu udara yang relatif lebih dingin dari daerah dataran rendah.
3. Tanah
Tanah untuk lahan jahe pada umumnya tanah lempung latosol yang tidak berat, yang cerul (gembur), berpasir, banyak mengandung bahan organis (humus), mudah menyerap air dan dapat pula dengan mudah menyalurkan air ke bawah menjadi air tanah. Tanah yang berat tidak mudah melepaskan air ke bawah, sehingga mudah menggenang, merupakan tanah yang harus dihindari.
4. Bibit tanaman jahe
Untuk bibit dimanfaatkan rimpang yang dipotong-potong, bermata (bercabang muda) rata-rata dua buah. Setiap rimpang bibit timbangannya 25-30 g. Untuk 1 ha dibutuhkan 43000-52000 batang rimpang berat 1200-1400 kg.
5. Jenis-jenis bibit jahe
India memiliki jenis-jenis lokal dan Rio de Janeiro jenis luar negeri.
6. Musim tanam
Pada umumnya jahe ditanam mulai musim hujan, yang jatuh dalam bulan April atau Mei. Di daerah yang beririgasi tanaman jahe sewaktu-waktu bisa ditanam.
7. Penggarapan tanah
Di daerah yang banyak hujan, lahan dibajak beberapa kali sehingga tanahnya menjadi cerul (gembur). Untuk menghindarkan penggenangan air, dibuat bedengan selebar satu meter dan tinggi 15 cm. Aluran antarbedengan lebarnya rata-rata 30 cm.
Di tempat-tempat yang miring, bedengan dibuat sejajar dengan jalannya kontur (mengais pasir) imtuk menghindarkan terjadinya erosi. Pada umumnya pembuangan air harus sangat diperhatikan, mengingat rimpang jahe sangat sensitif terhadap genangan air yang berkepanjangan.
8. Jarak tanam
tubang tanaman dibuat sedalam 4-5 cm dengan jarak antarlubang 20 cm dalam larikan dan 25 cm antarlarikan.
9. Perabukan dengan rabuk organis
Mengingat sifat tanaman jahe cukup rakus terhadap zat-zat mineral, maka dinyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang baik diperlukan adanya rabuk organis dan rabuk anorganis yang cukup banyak. Untuk setiap ha diperlukan 25-30 ton rabuk kompos. Rabuk kompos diterapkan bersamaan dengan waktu tanam, yaitu dimasukkan ke dalam lubang tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Rabuk organis dapat pula dimasukkan ke dalam tanah bersamaan dengan pembajakan tanah.
Setelah ditanam, seluruh lahan/bedengan ditutup dengan mulsa, berbentuk daun-daunan. Untuk 1 ha diperlukan 10-12 ton mulsa. Mulsa ini mempunyai dwifungsi, yaitu untuk menahan pertumbuhan gulma dan menahan penguapan air dari permukaan bedengan.
Mulsa dihamparkan lagi setelah tanaman berumur 2-3 bulan. Selain mulsa dimanfaatkan juga rabuk kandang yang sudah matang.
10. Perabukan dengan rabuk anorganis
Pada umumnya dimanfaatkan rabuk compound (rabuk majemuk) 8 : 8 :18 sebanyak 600-1000 kg/ha. Tampak jelas bahwa banyak perhatian dicurahkan terhadap suplesi zat kalium.
Rabuk compound dimasukkan ke dalam tanah bersamaan dengan pembentukkan bedengan setengah bagian dan setengah bagian lagi setelah tanaman berumur dua bulan. Rabuk tunggal dimanfaatkan juga dalam dosis sebagai berikut:
a. Sebagai rabuk dasar 1,5 kuintal triple fosfat dan 2 kuintal ZK/ ha dimasukkan ke dalam tanah sebelum ditanam.
b. Sebagai rabuk tambahan dalam bentuk ZA 3-5 kuintal. Rabuk N ini dibagi dalam dua bagian. Sebagian dimasukkan ke dalam tanah setelah tanaman berumur 40-60 hari. Dosis kedua diberikan satu bulan setelah perabukan pertama.
c. Rabuk kalium (ZK) dapat pula diberikan sebagai tambahan sebanyak 1,2 - 2 kuintal/ha, bersamaan dengan perabukan dengan ZA pertama.
11. Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman terdiri atas pembasmian gulma sesaat akan menaruh mulsa kedua, dan diulangi sebulan sekali menurut keperluan. Penggemburan tanah praktis tidak diperlukan karena dimanfaatkan mulsa.
Penimbunan kembali bedengan dilakukan bersamaan dengan selesainya perabukan. Di daerah yang ada pengairan, mengairi tanaman berlangsung dua minggu sekali sesuai dengan kebutuhan.
12. Memungut hasil dan pengolahannya
Rimpang jahe dinilai cukup tua untuk digali setelah berumur rata-rata 8 bulan. Tanda-tanda yang menentukan saatnya telah tiba untuk menggali rimpang jahe adalah bila batang dan daunnya telah mulai menguning dan akhirnya mengering.
Untuk dijadikan manisan maupun campuran rupa-rupa makanan, rimpang jahe digali agak dini. Dengan garpu seluruh gumpalan rimpang diangkat dari dalam tanah, kemudian dibersihkan dari tanah. Pengolahan selanjutnya ialah menguliti rimpang jahe. Seluruh hasil dimasukkan ke dalam bak air selama satu malam agar kulitnya mudah dikelupas.
Untuk menguliti rimpang dimanfaatkan belahan bambu yang ujungnya diruncing sebagai pengerok kulit dan sekaligus pengungkit tanah dari sela-sela cabang rimpang. Untuk memudahkan pengupasan kulit gumpalan rimpang dipotong-potong. Pisau yang tidak tahan karat tidak diperbolehkan untuk menguliti rimpang.
Mengupas kulit jahe merupakan pekerjaan yang benar-benar padat karya. Untuk meningkatkan efisiensi dibuat alat pengelupas kulit. Alat ini berbentuk drum berdinding kawat kasa yang ber putar. Rimpang yang berada di dalamnya dalam keadaan berputar akan saling bergesekkan dengan dinding kawat, sehingga kulitnya terkelupas.
Rimpang yang sudah bersih dari kulitnya, kemudian dijemur di bawah terik sinar matahari. Lamanya penjemuran berkisar rata-rata satu minggu, bergantung pada keadaan cuaca.
Rimpang yang telah kering digosok-gosok, sehingga bersih sama sekali. Hasil dari pengupasan dan penjemuran ialah rimpang yang kering namun tidak diputihkan.
Untuk memutihkan rimpang jahe yang sudah dikuliti dimasukkan ke dalam air kapur 2% selama enam jam, kemudian dijemur hingga kering.
13. Produksi per hektar
Menurut daftar di muka tampak bahwa jenis maran, yang berasal dari negara bagian Asam, produktivitasnya yang paling tinggi. Selain hasil rimpang basahnya yang tertinggi, hasil pengeringannya pun paling atas.
Varietas dari Rio de Janeiro (Brazil) hasil basahnya tinggi namun hasil pengeringannya rendah. Rimpang yang kering tampak keriput, sebagai akibat dari tingginya kadar air, sehingga tidak begitu disukai oleh produsen jahe. Namun jahe Brazil ini ternyata masih dapat pula dimanfaatkan, khususnya untuk menghasilkan jahe muda dan untuk diperas airnya.
14. Penyimpanan bibit jahe
Setelah rimpang jahe dipanen, maka hingga musim penanaman mendatang masih harus menunggu paling tidak empat bulan lagi. Untuk menghindarkan rimpang yang disediakan untuk bibit menjadi kering, maka usaha pengawetan bibit merupakan suatu keharusan.
Dalam pengawetan bibit ditempuh jalan:
Pertama, membiarkan sebagian tanaman yang sudah tua tidak dibongkar dan ditutup dengan mulsa berupa daun-daunan hingga saat menanam tiba. Lahan tempat menyimpan bibit tersebut diusahakan tetap kering.
Kedua, menimbun rimpang jahe di atas dengan selapis pasir, kemudian ditutup dengan pasir lagi yang agak tebal.
Ketiga, menyimpan bibit jahe dalam ruangan yang sengaja diasap 3-4 hari sekali hingga 14 hari akan ditanam. Sebelum masuk ruang pengasapan, bibit jahe diaduk dengan cairan kotoran sapi dan dikeringkan sebelum masuk ruang pengasapan.
Keempat, dipilihnya rimpang yang cukup tua dan direndam dalam larutan fungisida selama 30 menit, kemudian diangin-anginkan. Setelah cukup kering, dimasukkan ke dalam lubang yang dalamnya 20-25 cm. Besarnya lubang bergantung pada banyaknya bibit yang akan disimpan.
Bibit dimasukkan ke dalam lubang setebal 10-15 cm. Kemudian ditutup dengan papan, lantas ditimbun dengan tanah yang cukup tebal. Dengan demikian, antara lapisan bibit dan papan masih ada ruang kosong sedalam 10 cm. Untuk menjamin sirkulasi udara yang baik dalam ruang penyimpanan dibuat cerobong dari bambu yang menembus papan.
15. Rotasi Tanaman
Untuk menghindarkan kemerosotan kesuburan tanah yang drastis, pengusaha tanaman jahe senantiasa memperhatikan dilaksanakannya rotasi (pergantian) tanaman.
Jahe ditanam di lahan yang sama tiga tahun sekali. Rotasi dilakukan dengan tanaman ubi kayu, padi huma, lombok, wijen, tanah dan sebagainya.
16. Hama dan Penyakit Tanaman Jahe
Hama yang penting adalah hama 'Tenggerek" pucuk batang. Hama ini dapat diatasi dengan insektisida endrien 0,02% atau dengan insektisida lain.
Penyakit cendawan sejenis Pythium dapat merusak rimpang cukup serius. Gejala-gejala serangannya tampak sebagai berikut:
- dimulai dengan daun yang tampak menguning dan akhirnya mengering;
- batang tanaman jahe bagian bawah dekat leher akar membusuk berwarna hi tam.
Penyakit ini timbul di lahan-lahan yang kurang baik pembuangan airnya. Agar penyakit ini tidak menetap (endemis), rotasi merupakan usaha teknis yang paling baik.
Dalam penimbunan/gudang rimpang jahe dapat diserang hama kumbang dari jenis Sitodrepa panicea dan kumbang Lesioderma Serricorne, yang dapat pula merusak timbunan daun tembakau. Kedua serangga gudang ini hanya dapat dibasmi melalui fumigasi.
Demikianlah cuplikan singkat budidaya tanaman jahe di India, produsen jahe terkemuka di dunia.
Diskon Tahun Baru
Pendaftaran antara tgl 1 Januari 2017 hingga 10 Januari 2017 mendapat diskon 10%
Data ekologi tanaman jahe
Tanaman jahe dapat tumbuh dan berhasil di daerah-daerah yang berlainan keadaan agro iklimnya. Di India yang diduga sebagai negara asalnya, jahe ditanam di dataran rendah hingga dataran yang cukup tinggi sampai 1500 m dpi., yaitu di daerah pegunungan Himalaya. Mengingat ketinggian tersebut, maka tidak heranlah bahwa jahe dapat pula ditanam di daerah subtropis.
Di Indonesia jahe ditanam di dataran rendah sampai 900 meter dpi. Namun tidak berarti bahwa di dataran yang lebih tinggi tidak ada yang menanam jahe sebagai pengisi pekarangan.
Di India tanaman jahe diusahakan tidak terbatas pada tanah kering saja. Akan tetapi, jahe ditanam pula di daerah yang kurang hujan atau di tanah-tanah yang beririgasi. Tanah-tanah untuk jahe adalah tanah jenis latosol, lempung ringan, atau tan ah pasir andesit yang cerul, di pegunungan, yang banyak mengandung bahan organis. Pada umumnya, tanaman jahe tumbuh baik di daerah dengan suhu udara rata-rata antara 25°-35°C. Di Indonesia rata- rata suhu udara di dataran rendah tidak lebih dari 33°C.
Tanaman jahe lebih menyukai lahan yang cukup cerah atau tanpa pohon pelindung akan tetapi, bila ditanam di pekarangan akan tumbuh pula dengan baik, hanya hasil rimpangnya berukuran kecil-kecil dan daunnya saja yang melebar.
Dari uraian yang singkat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman jahe membutuhkan:
- tanah yang tidak berat, tanah yang agak enteng seperti tanah latosol (tanah agak merah) masih dapat digunakan.
- diutamakan tanah yang cerul, banyak mengandung bahan organis.
- dataran rendah hingga 1500 meter dpi.
- cukup banyak air dalam bentuk curah hujan atau pengairan, namun tidak menggenang.
- curah hujan hingga 3000 mm per tahun atau agak lebih.
- suhu udara antara 25° - 35° C.
- lahan yang cukup cerah.
Perlu diketahui bahwa tanaman jahe merupakan tanaman yang cukup rakus terhadap zat-zat mineral, sehingga dapat digolongkan tanaman yang mudah mengurangi kesuburan tanah. Untuk mengimbangi sifat tersebut diperlukan adanya perabukan dengan bahan organis maupun rabuk anorganis.
Sebagai tanaman monocotyl yang berakar dangkal, tanaman jahe memerlukan lahan yang cukup lembab sepanjang periode pertumbuhannya Untuk memenuhi keperluan tersebut, perlu diadakan usaha untuk mengurangi penguapan lahan dalam bentuk:
- peningkatan rabuk organis; dan
- penutupan lahan dengan mulsa.
Tentang Oleoresin Jahe
Oleoresin adalah suatu gugusan kimiawi yang cukup kompleks persenyawaannya. Kata Oleoresin terdiri atas dua suku kata oleo dan resin, yang berarti minyak dan damar. Oleoresin merupakan benda padat berbentuk pasta yang merupakan campuran dari minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis damar pembawa rasa.
Oleoresin dapat diperoleh dari beberapa jenis rempah-rempah misalnya; seledri, lombok rawit, cengkeh, jahe, merica, kunyit dan sebagainya. Karena jenis oleoresin mengandung minyak atsiri dan damar pembawa rasa maka rasa dan aroma dari jenis rempah-rempah asalnya tetap dalam bentuk original di dalamnya.
Mengapa oleoresin menjadi perhatian dunia rempah-rempah? Penemuan oleoresin dari rempah-rempah tersebut, pada hakikatnya sudah lama terjadi namun daur antara penggunaan pertama hingga menjadi bahan konsumsi yang meluas berlangsung agak lama. Misalnya, oleoresin lada hitam diperkenalkan pada tahun 1932, baru tahun 1947 dapat pasaran yang ramai. Demikian pula oleoresin jahe dikenal pada tahun 1899 baru dimanfaatkan secara luas mulai tahun 1930. Oleoresin kunyit diperkenalkan pada tahun 1937 dan dimanfaatkan secara luas pada tahun 1945 (menurut laporan Flavoring & Extract Manufacturers Association of the USA (FEMA) tahun 1961).
Penggunaan oleoresin dari rempah-rempah tertentu kian hari kian mendapat perhatian yang luas karena memberi keuntungan sebagai berikut:
- misalnya, oleoresin lada perbandingan peningkatan cita rasa dari oleoresin lada dengan bubuk/biji lada adalah 1 : 20. Itu berarti bahwa seorang ibu rumah tangga membutuhkan 20 biji lada, untuk penyedap masakannya bisa diganti dengan hanya 1 gram oleoresin lada;
- untuk masakan secara besar-besaran, misalnya, pabrik kalengan daging, sosis, dan sebagainya pengaturan tingkat rasa dan aroma mudah diatur dengan oleoresin daripada dengan biji lada;
- untuk memberi rasa dan aroma jahe pada minuman yang me ngandung alkohol, baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi dengan oleoresin jahe mudah dilaksanakan daripada jahe ber¬bentuk rimpang.
Dalam dunia perdagangan pengolahan rempah-rempah menjadi oleoresin mempunyai keuntungan misalnya:
- hasil rempah-rempah yang bisa diambil oleoresin-nya dapat diolah semuanya;
- dengan dihasilkan oleoresin volume ekspor menyusut banyak, berarti mengurangi biaya ekspor, ruangan, angkutan, dan sebagainya. Sebaliknya nilai ekspornya meningkat;
- ampas dari hasil pengolahan dalam bentuk bahan organis dapat dimanfaatkan untuk rabuk;
- oleoresin tidak memerlukan kemasan yang besar volumenya, cukup dengan kemasan dalam bentuk botol atau tube seperti tube tandpasta;
- oleoresin praktis, tidak akan rusak karena kontaminasi dengan jamur maupun lain-lain mikro-organismen.
Proses pembuatan oleoresin
Untuk membuat oleoresin dari suatu jenis rempah-rempah, misalnya lada atau jahe ditempuh proses ekstraksi dengan bahan pelarut
yang mudah menguap dan mudah dipisahkan dari oleoresin-nya.
Jenis-jenis bahan pelarut adalah:
- Aceton, methanol, haxane; isopropanol; dan
- yang banyak dimanfaatkan adalah methanol
Pelaksanaan ekstraksi:
- bahan dihancurkan atau diiris-iris tipis jika bahannya jahe;
- bahan dimasukkan ke dalam ruang ekstraksi;
- seluruh bahan harus terendam dalam bahan pelarut;
- ekstrak (bahan pelarut (solvent) + oleoresin) dialirkan ke dalam ruang pemisah solvent dari oleoresin. Ruang ini adalah ruang yang vakum (kedap udara);
- hasil oleoresin yang sudah bebas dari solvent, dalam keadaan masih cair, panas-panas dimasukkan ke dalam botol dan sebagainya.
Demikian secara garis besarnya proses ekstraksi. Hasil tinggi rendahnya oleoresin suatu jenis rempah-rempah sangat bergantung pada jenisnya. Misalnya, kadar oleoresin jahe berkisar antara 3,8 - 6%. Hasil tertinggi diperoleh dari jenis jahe "Rio de Janeiro") yang berasal dari Brazilia. Kadar oleoresin dari kunyit rata-rata 3 - 6,5%. Kadar oleoresin yang tertinggi diperoleh dari jenis Allepey.
Jahe dalam makanan, minuman, dan kosmetika
Minyak jahe banyak dimanfaatkan sebagai pewangi cream lotion, parfum, deodoran, sabun, dan sebagainya. Dalam bidang minuman di Indonesia, jahe dapat dibuat wedang jahe, wedang kopi jahe, manisan jahe, dan sebagainya. Beberapa jenis masakan tidak enak apabila tidak dicampur dengan sepotong rimpang jahe, misalnya masakan gulai, masakan daging, dan lain-lain.
Jahe dipakai sebagai penyedap untuk bermacam-macam bentuk kue eskrim, agar-agar, kembang gula, dan minuman beralkohol rendah seperti ginger-ale di Inggris. Minuman yang mengandung alkohol yang tinggi seperti whisky dan lain-lain juga sudah lama mengandung minyak jahe atau oleoresin jahe.
Di Eropa penggunaan minyak jahe paling banyak. Misalnya untuk puding 37,9 pm dan untuk minuman yang mengandung alkohol rata-rata 0,01% oleoresin. Kembang gula dan manisan rata-rata mengandung 0.023% oleoresin jahe.
Dari uraian tersebut, tampak jelas betapa luasnya penggunaan jahe dalam bentuk rimpang maupun hasil pengolahannya (pro-cessingriya). Kebutuhan terhadap jahe dapat dipastikan selama belum ada penemuan baru untuk menggantikan minyak atau oleoresin jahe. Kebutuhan dunia terhadap jahe makin lama akan makin meningkat.
Khasiat Jahe
Kiangsu 655 menyatakan bahwa ekstrak jahe dapat mematikan sejenis protozoa yang menyerang vagina (vaginal trichomonads). Minyak jahe dinyatakan tidak mempunyai sifat merangsang dan mempengaruhi badan manusia. KIANGSU 655 menyatakan bahwa ekstrak jahe atau perasan parutan jahe dapat menyembuhkan sakit reumatik, desentri bakteri yang akut, penyakit malaria, dan radang dari testikel (kelenjar seks lelaki).
Di Tiongkok dan di negara Asia lainnya, rimpang jahe telah diakui sebagai penyembuh penyakit perut, mencret, kolera, pen- darahan, sakit gigi, rambut gundul (botak), dan sebagainya.
Pada umumnya ekstrak jahe dapat dimanfaatkan untuk mengeluarkan angin busuk, meluruh (memperbanyak keluarnya keringat) dan merangsang nafsu makan. Akhimya, ekstrak jahe yang mempunyai daya antioksidan dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak, lemak, irisan kentang, dan sebagainya.
Zat enzim protease dalam pencernaan dapat mempercepat pencernaan masakan daging, misalnya sate kambing yang masih setengah masak. Jahe dapat pula dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak.
Bukan Tanaman Asli Indonesia
Aceh: Halai
Nias: Lahai
Minang: Sipodeh
Jateng/Jatim: Jae
Madura: Jhai
Flores: Lia
Bali: Jae atau Jahya
Gorontalo: Melito
Ternate: Goraka
Timor: Late
Irian Jaya: Lali.
Setelah memperhatikan penyebarluasan tanaman jahe di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa tanaman jahe dapat tumbuh di tempat yang berbeda iklim, ketinggian tempat, dan tanah.
Negara asal tanaman jahe
Tanaman jahe yang besar kemungkinannya berasal dari RRC dan India. Kepastian tentang dari mana asal yang sebenarnya tidak ada yang tahu dengan pasti. Yang jelas ialah bahwa jahe menyebar luas di daerah tropis di seluruh dunia, bahkan di daerah subtropis USA (Florida). Sebelum perang sudah mulai diusahakan menanam jahe.
Daerah tropis yang terkenal dengan hasil rimpang Jahe ialah: RRC, India, Vietnam, Ceylon, Afrika, Trinidad, Jamaica, Malaysia, dan Indonesia.
India merupakan negara penghasil jahe yang terbesar di seluruh dunia. Tidak kurang dari 50% rempah-rempah produksi dunia dihasilkan oleh India. Sedangkan Jamaica merupakan penghasil rimpang jahe yang kualitasnya paling tinggi di dunia.
Dunia Barat mulai mengenal jahe pada awal tahun Masehi, bukan sebagai rempah-rempah, melainkan sebagai manisan jahe di dalam pot. Orang-orang Spanyol, banyak jasanya dalam penyebarluasan jahe di Amerika Tengah, Amerika Selatan, maupun Asia Tenggara.
Tanaman Jahe di Indonesia
Tanaman jahe di Indonesia rata-rata membentuk batang lebih tinggi dari 1 meter. Seluruh batangnya tertutup oleh kelopak daun yang memanjang dan melingkari batang. Daunnya berbentuk langsat.
a. Bunga
Bunga tanaman jahe berbentuk malai, bertangkai panjang, dan tampak sebagai susunan kelopak bunga. Di setiap kelopak bunga yang hijau warnanya tumbuh bunga berwarna kuning bertitik ungu. Mahkota bunganya terdiri atas tiga helai tajuk bunga. Benang sarinya hanya satu helai yang fertil (bersari). Bunga tumbuh tidak jauh dari induk rimpang.
b. Rimpang
Rimpang induk tanaman jahe membentuk cabang-cabang ke semua arah dan dapat membentuk dua lapisan bertumpang tindih. Ranting-ranting rimpang yang berada di bagian atas dapat tumbuh membentuk batang baru, sedangkan yang berada di bagian bawah merupakan kuntum-kuntum tidur. Rimpang yang tampak ber- buku-buku membentuk akar lateral mendatar dan tidak dalam di bawah permukaan tanah. Bentuk rimpang pada umumnya gemuk agak pipih dan berkulit mudah dikelupas.
Selama pertumbuhan tanaman jahe mengalami masa istirahat menjelang akhir musim kemarau yang didahului dengan mengeringnya batang dan daun. Masa ini disebut periode senescence. Induk rimpang dapat bertahan lebih dari setahun di dalam tanah yang akhirnya mengayu. Rimpang yang sudah mengayu masih bisa dijual, bahkan bisa lebih mahal daripada yang masih berumur satu tahun. Rimpang tua ini di Kuningan diberi nama 'langkeong" atau "bah".
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang berada di dalam sel-sel/jaringan dagingnya. Komposisi kimiawi rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan pedasnya rimpang jahe. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimiawi rimpang jahe ialah:
- jenisnya;
- tanahnya sewaktu jahe ditanam;
- umur rimpang jahe dipanen;
- perlakuan yang diterapkan terhadap tanamannya sendiri dalam bentuk perabukan, pengairan, dan sebagainya;
- perlakuan terhadap hasil rimpang setelah pascapanen, untuk siap jual;
- pengolahan rimpang jahe (untuk dijadikan bubuk jahe, manisan jahe, dan kristal jahe);
- ekosistem tempat tanaman jahe berada.
Rimpang jahe pada umumnya mengandung:
- minyak atsiri (ginger oil) 0,25-3,3% pembawa aroma dari jahe (bau khas jahe);
- minyak ini terdiri atas beberapa jenis minyak terpentin, zingi- berene, curcumene, philandren, dan sebagainya;
- rasa pedas tidak berada di dalam minyak jahe;
- yang menghasilkan rasa pedas adalah gingerols dan shogaols yang banyak berada dalam oleoresin jahe;
- oleoresin jahe mengandung 33% gingerols;
- selanjutnya, terdapat pula beberapa jenis lipidas, sebanyak 6 -8%, yang terdiri atas asam phosphatide, lecithins, asam lemak bebas, dan sebagainya;
- protein 9%;
- zat tepung 50% lebih;
- vitamin, khususnya niacin dan vitamin A;
- beberapa jenis zat mineral, asam aminos, damar, dan sebagainya. Rasa pedas oleoresin jahe akan menjadi hambar apabila lama berada dalam millieu yang basa (alkalis).
Rimpang jahe segar mengandung enzim protease ± 2,26%. Penggunaan oleoresin jahe secara umum di USA baru mulai ramai dalam tahun 1930. Oleoresin jahe banyak dimanfaatkan dalam berjenis-jenis minuman keras maupun yang ringan (soft drinks). Tidak hanya terbatas pada minuman dan peningkatan cita rasa makanan saja, tetapi oleoresin jahe dapat pula dimanfaatkan untuk cita rasa berjenis-jenis kue, kembang gula, dan sebagainya.
Pemanfaatan ginger oleoresin dalam obat-obatan pun meningkat. Minyak atsiri jahe khusus diperlukan dalam peningkatan aroma hasil-hasil kosmetika, sabun detergen, parfum, dan sebagainya. Maka dapat dinyatakan bahwa perkembangan teknologi jahe dan penggunaan hasil olahannya (minyak dan oleoresin jahe) tetap akan berkembang. Kian hari kian bertambah kebutuhannya akibat meningkatnya penduduk dunia. Paralel dengan peningkatan kebutuhan penduduk dunia terhadap rimpang jahe langsung maupun tidak langsung, mengakibatkan meningkatkan perluasan tanaman jahe.
Indonesia sebagai penghasil rempah-rempah sejak dahulu dapat dipastikan tidak mau ketinggalan. Apalagi dalam masa pembangunan yang kini sedang digalakkan untuk meningkatkan hasil devisa luar negeri yang nonmigas. Read more...